Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Aksara Lampung Sebagai Bentuk Kekayaan Yang Perlu Dilestarikan

 

Di Lampung memiliki salah satu bentuk kekayaan selain bahasa dan kebiasaan, yaitu aksara Lampung. 

Sejarah aksara Lampung sendiri yang masuk daftar bahasa daerah yang terancam punah, karena bahasa Lampung sudah jarang ditemukan, hanya di berbagai daerah saja yang masih menggunakan.

Bahasa Lampung umumnya memiliki 2 dua dialek, yaitu lampung api (A) dan Lampung nyo berdialek (O). 

Bahkan, dalam penuturannya bahasa Lampung memiliki 4 dialek yaitu, dialek abung, dialek pesisir, dialek pubian dam dialek Komering.

Sejarah aksara Lampung ini dimulai dengan perkembangan bahasa Lampung sendiri yang minoritas di tanahnya sendiri, dan bahasa lampung tidak lepas dari aksara Lampung yang memiliki beragam aksara yang disatukan dengan bahasa Lampung.

Pada umumnya menurut sejarah, beberapa aksara daerah yang berkembang dimulai dari aksara dewdatt deva nagari atau aksara India kuno yang sering digunakan untuk menulis kitab suci dalam bahasa Sansekerta. 

Di Lampung sendiri konon katanya, sekitar abad IV berdiri kerajaan tulang bawang yang dahulu beragama budha.

Kerajaan ini telah berkuasa hingga Sumatera bagian selatan, dari kerajaan inilah dimulainya pembelajaran dan menulis aksara dimulai.

Rumpun Kaganga atau aksara Lampung tidak terlepas dari perkembangan budaya, perdagangan dan hubungan antara  kerajaan Sriwijaya yang dahulu berkuasa dan cukup besar Kerajaan nya yang membawa pengaruh lebih.

Huruf dalam aksara Lampung itu merupakan huruf tunggal yang mempunyai bunyi, ka, ga, nga, pa dan seterusnya, inilah mengapa pembacaan aksara sangat mudah dipahami. 

Pada dasarnya Aksara Lampung, terbagi menjadi 3 bagian, yaitu huruf induk atau kelabai surat, anak huruf atau benah surat dan tanda baca dan penulisan aksara Lampung dimulai dari kiri ke kanan, dengan bentuk agak miring.

Untuk dapat memudahkan dalam pemahaman pembacaan aksara lampung itu selain dari bentuk huruf tunggal yang ditampilkan, terletak juga dari huruf induk atau kelabai surat yang memiliki 20, serta tak lupa juga tanda baca yang ditulis dengan aksara Lampung. 

Bermacam anak huruf yang berada disamping huruf induk yaitu seperti, Tekelingai untuk bunyi ai, Keleniah untuk bunyi h, Nengon untuk tanda mati, dan anak huruf yang berada dibawah huruf induk yaitu Bitan di Bah untuk bunyi u, Tekelungau untuk bunyi au, Rejunjung di Bah untuk bunyi r. 

Selain huruf induk dan anak huruf, aksara Lampung juga memiliki penulisan sendiri untuk tanda baca.

Seperti tanda titik yang dilambangkan dengan bulatan kecil dan dinamai taghu, tanda koma, tanda tanya, dan tanda seru yang membuat aksara lampung cukup unik dan tertata secara penulisan dari bahasa ke tulisan aksara.

Karena bentuk pemahaman inilah, aksara lampung telah dibakukan pada tahun 1985 dengan bentuk huruf ka, ga, nga, pa, ba, ma, ta, da, na, ca, ja, nya, ya, a, la, ra, sa, wa ,ha, gha. 

Sedangkan anak hurufnya, untuk diatas huruf induk yaitu Ulan untuk bunyi i dan è, Bicek untuk bunyi e, Bitan untuk bunyi o, Tekelubang untuk bunyi ng, Rejenjung untuk bunyi r, Kananian untuk bunyi n yang mudah dipahami dalam keseharian bahasa lampung menggunakan dialek A dan O.

Kini, aksara lampung sering diajarkan di sekolah-sekolah, namun jarang ditemukan secara mendalam untuk memepelajari.

Hal inilah yang membuat bahasa lampung, bahkan aksaranya terancam punah. Aksara lampung merupakan bentuk cerminan kekayaan lampung sesugguhnya. 

Lahirnya aksara Lampung mengajarkan kita, bagaimana budaya harus dijaga, dilestarikan dan dipahami agar dapat dipelajari dan diteruskan ke generasi kita agar tidak punah. 

pada dasarnya, perkembangan zaman bukan dijadikan alasan, melainkan jadikan faktor globalisasi dan zaman sebagai semangat anak mudanya untuk mau mempelajari-nya.

 

Sumber: 

google.com/malahayati.co.id 

 

Post a Comment for "Sejarah Aksara Lampung Sebagai Bentuk Kekayaan Yang Perlu Dilestarikan"